Konservasi tumbuhan untuk kehidupan

Konservasi tumbuhan untuk kehidupan

Kamis, 25 Februari 2010

Sekilas tentang Gyrinops versteegii

Gambaran Umum G. Versteegii

Taksonomi G. Versteegii
Menurut Gilg (1932), G. Versteegii memiliki taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Class : Dicotylodenae
Sub Class : Archichlamydae
Ordo : Thymelaeles
Family : Thymelaeaceae
Genus : Gyrinops
Species : Gyrinops versteegii (Gilg) Domke


Nama Daerah
G. versteegii dikenal juga dengan nama ketenun (Lombok), ruhu wama (Sumba) dan seke (Flores dan Sumbawa) (CITES, 2004; Mulyaningsih dan Isamu, 2007).


Morfologi
Tanaman gaharu memiliki morfologi berupa pohon yang dapat mencapai tinggi 40 meter. Bagian batang memiliki ciri yaitu diameter batang sekitar 60 cm, permukaan batang licin, warna belang keputih-putihan, kadang beralur dan kayunya keras. Bentuk daun agak lonjong memanjang dengan ukuran panjang 6-8 cm dan lebar 3-4 cm serta bagian ujungnya runcing. Daun yang kering biasanya berwarna abu-abu kehijau-hijauan. Daun memiliki ciri yaitu bagian tepi daun agak bergelombang dan melengkung, kedua permukaannya licin dan mengkilap, dan tulang daun sekunder sebanyak 12-16 pasang (Susilo, 2003).
Bunga tanaman gaharu muncul di ujung ranting dan bawah ketiak daun. Mahkota bunga berbentuk lancip dengan panjang mencapai 5 mm. Bunganya berwarna hijau kekuningan atau putih dengan bau yang harum. Sedangkan buahnya berbentuk bulat telur atau agak lonjong dengan panjang sekitar 4 cm dan lebar sekitar 2 cm. Biji berbentuk bulat telur dan warna coklat kehitaman yang tertutup rapat oleh rambut coklat kemerahan (Departemen Kehutanan, 2003).

Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Tanaman gaharu tumbuh tersebar di wilayah hutan India, Burma, Malaysia, Philipina dan Indonesia. Di Indonesia penyebarannya di wilayah Sumatera (Sibolangit, Bangka Sumatera selatan, Jambi, Riau) dan Kalimantan (Departemen Kehutanan, 2003).
Tempat tumbuh gaharu di hutan primer terutama di dataran rendah, lereng-lereng bukit sampai sampai ketinggian 750 mdpl (Ponirin, 1997). Iklim daerah tumbuh tanaman penghasil gaharu adalah daerah panas dengan suhu rata-rata 32 oC dan kelembaban sekitar 70 %. Curah hujannya kurang dari 2.000 mm/tahun (Sumarna, 2002).

Perbanyakan
Tanaman penghasil gaharu termasuk tanaman semi intoleran dan berbuah (buah masak) pada bulan Agustus dan Desember (Departemen Kehutanan, 2003) Perbanyakan bibit dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu generatif dan vegetatif. Cara generatif dilakukan melalui biji dan bibit yang berasal dari anakan alam. Tingkat keberhasilan cara ini sangat kecil. Persentase biji berkecambah sebesar 70-80 % dan rataan persentase tumbuh anakan sampai siap tanam sekitar 60 % dan persentase tumbuh bahan tanaman dari stump sekitar 89 % (Departemen Kehutanan, 2003). Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan cangkok, okulasi, stek pucuk, dan kultur jaringan. Cara ini dianggap menguntungkan karena bibit yang dihasilkan akan memiliki sifat yang sama seperti induknya. Pengadaan bibit melalui stek batang memiliki persentase tumbuh sekitar 10 % dan stek pucuk 40 % (Departemen Kehutanan, 2003).

Manfaat
Gaharu selama ini diperdagangkan sebagai obat (terutama di Cina dan India), parfum dan dupa (terutama di Jepang, negara-negara Arab dan Timur Tengah) serta anti serangga (diberbagai negara) (Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Di Cina, Gaharu telah dimanfaatkan untuk pengobatan beragam penyakit yang menyerang ginjal, perut dan dada, serta untuk afrodisiak, asma, kanker (thyroid), kolik, diare, cegukan dan tumor paru-paru (Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Kulit kayu gaharu juga dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak untuk tali temali dan hasil olahannya digunakan untuk cawat dan ikat kepala sedangkan masyarakat Kubu memanfaatkan kulit kayu bagian dalamnya sebagai tikar atau lapis dasar tikar pandan (Heyna, 1987).

Daftar Pustaka


CITES. 2004. Significant trade in plants. Implementation of Resolution Conf. 12.8. Progress with the implementation of species review (PC 14 Doc. 9.2.2).

Departemen Kehutanan. 2003. Teknik Budidaya Gaharu. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Hyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia (terjemahan) jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Sumarna, Y. 2002. Budi Daya Gaharu. Penebar Swadaya. Bogor.

Konservasi Gyrinops versteegii Secara In Vitro

RINGKASAN PENELITIAN

Kajian Penggunaan Hormon IBA, BAP dan kinetin terhadap Pertumbuhan Tanaman Penghasil Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke) secara In Vitro. Oleh : Oki Hidayat Dibimbing oleh Edhi Sandra dan Wa Ode Hamsinah Bolu*

Gaharu merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai ekonomi tinggi. Saat ini permintaan gaharu sebagian besar masih bergantung pada produksi dari hutan alam. Permintaan yang tinggi yang diikuti dengan tingginya perburuan gaharu di hutan alam menyebabkan populasi tanaman penghasil gaharu merosot tajam. Untuk mengatur kuota produksi gaharu Pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 menetapkan peraturan bagi eksportir Gaharu yang mewajibkan mereka memiliki surat izin CITES. Perlindungan terhadap beberapa jenis tanaman penghasil gaharu semakin ditingkatkan, Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. termasuk Appendix II CITES pada tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi hormon auksin (IBA) dan sitokinin (BAP dan kinetin) yang terbaik pada media dasar Murashige dan Skoog terhadap multiplikasi tunas eksplan tanaman penghasil gaharu Gyrinops versteegii secara in vitro. Bahan tanaman yang digunakan adalah pucuk eksplan steril G. versteegii. Eksplan ditumbuhkan pada media MS dengan penambahan perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh IBA (konsentrasi 0.00, 0.05, 0.10 mg/l), BAP (konsentrasi 0.00, 0.10, 0.20 mg/l) dan kinetin (konsentrasi 0.00, 0.20, 0.40 mg/l). Penelitian ini disusun menggunakan metode statistika RAL Faktorial dengan jumlah 17 perlakuan dan ulangan sebanyak 6 kali. Pengamatan dilakukan selama 8 MST (minggu setelah tanam) terhadap seluruh eksplan yang ditanam meliputi parameter rata-rata pertambahan tinggi, jumlah ruas, jumlah tunas, jumlah daun, persentase tingkat kematian, proses pengkalusan, pencoklatan dan kontaminasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah daun terbanyak pada kombinasi BAP + IBA dihasilkan pada perlakuan BAP 0.10 mg/l (22.83 helai), sedangkan pada kombinasi BAP + kinetin rata-rata jumlah daun terbanyak dihasilkan pada perlakuan BAP 0.10 mg/l + kinetin 0.20 mg/l (30.00 helai). Multiplikasi tunas pada perlakuan BAP + IBA bekerja optimal pada 4 MST, dengan jumlah 7.00 tunas pada akhir pengamatan yang dihasilkan oleh perlakuan BAP 0.10 mg/l + IBA 0.05 mg/l. Multiplikasi tunas tertinggi dihasilkan oleh kombinasi BAP + kinetin pada perlakuan BAP 0.10 mg/l + kinetin 0.40 mg/l dan BAP 0.20 mg/l dengan jumlah 9.17 tunas. Persentase jumlah eksplan yang membentuk kalus sebesar 88,24% (90 dari 102 eksplan).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh kombinasi IBA (konsentrasi 0.00, 0.05, 0.10 mg/l) dengan BAP (konsentrasi 0.00, 0.10, 0.20 mg/l) dan IBA (konsentrasi 0.00, 0.05, 0.10 mg/l) dengan kinetin (konsentrasi 0.00, 0.20, 0.40 mg/l) memberikan respon yang sangat nyata terhadap parameter jumlah tunas dan jumlah daun. Sedangkan pada parameter tinggi planlet dan jumlah ruas memberikan respon nyata dan tidak berbeda nyata.
Kata kunci : Gyrinops versteegii, in vitro, multiplikasi, auksin, sitokinin.

* Oki Hidayat (Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB)
Edhi Sandra (Staf Pengajar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB}
Wa Ode Hamsinah Bolu (Peneliti BPPT)

Prociding Research of Agarwood

The Study of IBA, BAP and Kinetin Hormones Usage Towards The Buds Multiplications of Agarwood Production Plant (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke) by In Vitro.

By : Oki Hidayat (IPB), Ir. Edhi Sandra, M.Si (IPB) and Ir. Wa Ode Hamsinah Bolu, M.Sc (BPPT)

Introduction
Agarwood is one of non timber products which has a high economic value. Nowadays, the demand of agarwood is still depending on natural forest. The high demand which is followed by high persecution of agarwood in natural forest make the population of agarwood highly decreased. In order to straighten up the agarwood production, the government with the President decision (Kepres No 43/1978) decide that to whom the exporter who has agarwood has to have a CITES license. The conservation to some variety of agarwood is increased; Aquilaria spp. and Gyrinops spp. Was included in Appendix II CITES on Oktober 2nd until 14th 2004 at Bangkok.
Method
This research was aimed to know the best combination of auxin (IBA) and cytokinin (BAP and kinetin) in basic medium of Murashige and Skoog towards the multiplications of Agarwood production plant explants by in vitro. The plant material that was used was the sterile explants sprout of G. versteegii. Explants was grew in MS medium with the addition of growth hormone IBA (concentration of 0.00, 0.05, 0.10 mg/l), BAP (concentration of 0.00, 0.10, 0.20 mg/l) and kinetin (concentration of 0.00, 0.20, 0.40 mg/l). This research was arranged using the RAL Factorial with 17 of treatments in 6 times repetition. The observation was done in 8 weeks after planting to all of explants that had been planting include some parameters such as the height growth, internodes total, buds total, total of leaves, the mortality percentage, callus production process, browning and contamination.
Result and discussions
The result of this research showed that the combination treatment of BAP+IBA that produced the most of total average leaves was in the treatment of BAP 0.10 mg/l (22.83 sheets), whereas in combination of BAP + kinetin that produced the most of total average leaves was in the treatment of BAP 0.10 mg/l + kinetin 0.20 mg/l (30.00 sheets). The buds multiplication in treatment with BAP + IBA worked optimally in 4 MST, with the total of 7.00 of buds in the end of observation which produced by the treatment of BAP 0.10 mg/l + IBA 0.05 mg/l. The highest bud multiplication was produced from the combination of BAP and kinetin in the treatment of BAP 0.10 mg/l + kinetin 0.40 mg/l and BAP 0.20 mg/l with the total of 9.17 of buds. The percentage of explants that produce callus was 88,24% (90 of 102 explants).
Conclusions
The conclusion of this research was the effect of the addition of plant growt regulator combination of IBA (concentration of 0.00, 0.05, 0.10 mg/l) with BAP (concentration 0.00, 0.10, 0.20 mg/l) and IBA (concentration 0.00, 0.05, 0.10 mg/l) with kinetin (concentration 0.00, 0.20, 0.40 mg/l) give the real response in parameter number of buds and leaves. Whereas on parameter like the height growth and internodes total give real and not different response.

Key words: Gyrinops versteegii, in vitro, multiplications, auxin, cytokinin

Rabu, 24 Februari 2010

Lingkungan

Manusia hidup tak bisa lepas dari lingkungan. Orang-orang yang berada disekitarnya, binatang yang hidup di dekatnya dan pepohonan yang tumbuh asri di sekelilingny, semuanya adalah lingkungan. Sebagai makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan lingkungan. Manusia tak sanggup hidup tanpa lingkungan. Dan, sungguh tercela mereka yang tidak ramah terhadap lingkungannya.